Senin, 14 Maret 2022

Metodelogi Pengemangan Perangkat Lunak dengan WATERFALL - Analisis dan Desain System



Sejarah Motode Waterfall

Penggunaan metode waterfall pertama kali diperkenalkan oleh Herbert D. Benington di Symposium on Advanced Programming Method for Digital Computers pada tanggal 29 Juni 1956. Presentasi tersebut menjelaskan tentang pengembangan perangkat lunak untuk SAGE (Semi Automatic Ground Environment).

Pada tahun 1983, dipresentasikan kembali oleh Benington dan menjelaskan tentang fase – fase dalam proses pengembangannya. Dan pada tahun 1985, Departemen Pertahanan Amerika Serikat juga menggunakan metode ini.

 

Metode Waterfall

Proses Pembuatan:

1. Perencanaan

2. Pembuatan

3. Penyerahan ke pelanggan

Tahap Proses Waterfall:

1. Tahap Pertama Komunikasi

Pada tahap ini engginer menanyakan kepada pelanggan mengenai softwarenya akan seperti apa.

2. Tahap Kedua Perencanaan

Engginer berdiskusi untuk membuat jadwal pengerjaan agar berkerja secara produktif dan efisien.

3. Tahap Ketiga Pemodelan

Merancang model software sehingga dapat menganalisis perancangan secara eksternal termasuk tampilan softwarenya.

4. Kontruksi

Engginer menentukan bahasa program, kode program, dll. Di tahap ini terjadinya proses pembuatan softwarenya.

 

Kelebihan dan Keurangan Model Waterfall

Kelebihan:

1. Menssistemasikan proses pembuatan software 

2. Workflow yang jelas

Dengan menggunakan model SDLC jenis ini, mempunyai rangkaian alur kerja sistem yang jelas dan terukur. Masing – masing tim, memiliki tugas dan tanggung jawab sesuai dengan bidang keahliannya. Serta dapat menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan alokasi waktu yang telah ditentukan sebelumnya

3. Dapat menghemat biaya

Kelebihan selanjutnya dari metode waterfall adalah dari sisi resource dan biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan. Jadi, klien tidak bisa mencampuri ursan tim pengambang aplikasi. Sehingga, pengeluaran biaya pun bisa ditekan lebih minim.

Kekurangan:

1. Membutuhkan waktu yang lama.

2. Hasil belum tentu sesuai harapan pelanggan/konsumen.

3. Masih Kurangnya Fleksibilitas

Mengapa demikian karena:

1. Jarang ada komunikasi dan kerja tim tersekat sekat dan bekerja secara bergilir.

2. Jarangnya integritas amtar tim pembuat software.

3. Pendokumentasian kebutuhan pelanggan yang lama karena pelnggan sulit memberikan penjelasan akan kebutuhan.

4. Pelanggan tidak diberikan kewenangan untuk memebrikan penilain dan evaluasi pada tiap tahap pembuatan software.

5. Peminpin tim tidak mengontrol pengerjaan karena pekerjaan sepenuhnya diserahkan kepada engginer/tim.

 

Kapan Harus Menggunakan Metode Ini?

Waktu yang paling pas dalam menggunakan metode waterfall adalah saat proyek yang dikerjakan tidak terlalu besar dan tidak diperlukan perubahan secara terus menerus. Kenapa? Karena saat terjadi kesalahan, metode ini hanya bisa memperbaiki kesalahan pada tahapan tersebut saja. Jika Anda sudah tiba pada tahap lain dan baru sadar ada kesalahan pada tahap sebelumnya, tentu akan sangat menyulitkan.

Walaupun demikian, hal ini bisa membuat Anda menjadi lebih terbiasa untuk lebih teliti dari awal agar bisa terhindar dari berbagai kesalahan seperti ini. Disisi lain, karena analisis dan desain yang ada pada metode ini dilakukan lebih awal, maka proyek yang dikerjakan bisa menjadi lebih terstruktur dan lebih jelas. Sehingga, tidak akan ada perubahan di tengah-tengah pengerjaan.

Model Prototyping pada Rekayasa Perangkat Lunak

Sebuah prototipe adalah bagian dari produk yang mengekspresikan logika maupun fisik antarmuka eksternal yang ditampilkan. Konsumen potensial menggunakan prototipe dan menyediakan masukan untuk tim pengembang sebelum pengembangan skal besar dimulai. Melihat dan mempercayai menjadi hal yang diharapkan untuk dicapai dalam prototipe. Dengan menggunakan pendekatan ini, konsumen dan tim pengembang dapat mengklarifikasi kebutuhan dan interpretasi mereka.

Prototyping perangkat lunak (software prototyping) atau siklus hidup menggunakan protoyping (life cycle using prototyping) adalah salah satu metode siklus hidup sistem yang didasarkan pada konsep model bekerja (working model). Tujuannya adalah mengembangkan model menjadi sistem final. Artinya sistem akan dikembangkan lebih cepat dari pada metode tradisional dan biayanya menjadi lebih rendah. Ada banyak cara untuk memprotoyping, begitu pula dengan penggunaannya. Ciri khas dari metodologi ini adalah pengembang sistem (system developer), klien, dan pengguna dapat melihat dan melakukan eksperimen dengan bagian dari sistem komputer dari sejak awal proses pengembangan.

Dengan prototype yang terbuka, model sebuah sistem (atau bagiannya) dikembangkan secara cepat dan dipoles dalam diskusi yang berkali-kali dengan klien. Model tersebut menunjukkan kepada klien apa yang akan dilakukan oleh sistem, namun tidak didukung oleh rancangan desain struktur yang mendetil. Pada saat perancang dan klien melakukan percobaan dengan berbagai ide pada suatu model dan setuju dengan desain final, rancangan yang sesungguhnya dibuat tepat seperti model dengan kualitas yang lebih bagus.

Protoyping membantu dalam menemukan kebutuhan di tahap awal pengembangan,terutama jika klien tidak yakin dimana masalah berasal. Selain itu protoyping juga berguna sebagai alat untuk mendesain dan memperbaiki user interface – bagaimana sistem akan terlihat oleh orang-orang yang menggunakannya.




Salah satu hal terpenting mengenai metodologi ini, cepat atau lambat akan disingkirkan dan hanya digunakan untuk tujuan dokumentasi. Kelemahannya adalah metode ini tidak memiliki analisa dan rancangan yang mendalam yang merupakan hal penting bagi sistem yang sudah kokoh, terpercaya dan bisa dikelola. Jika seorang pengembang memutuskan untuk membangun jenis prototipe ini, penting untuk memutuskan kapan dan bagaimana ia akan disingkirkan dan selanjutnya menjamin bahwa hal tersebut telah diselesaikan tepat pada waktunya. 



 

 


0 komentar:

Posting Komentar